Perkembangan Tekhnologi Masa Perang Dingin

Pada masa perang dingin ada beberapa hal yang mempunyai kaitan erat dengan perkembangan teknologi dan informasi,dan beberapa hal tersebut memunculkan rivalitas antara dua pihak utama yang berseteru dalam perang dingin .Tapi rivalitas itu tidak selalu membawa kerugian .Berikut adalah beberapa bentuk rivalitas dalam perang dingin :
1.Luar angkasa

Perang dingin ini juga membawa pengaruh besar pada perkembangan keruangangkasaan yang kita miliki.Mungkin jika tidak ada perang dingin, kita tidak akan tahu bagaimana bentuk tata surya kita. Pada saat itu kedua negara yang bersengketa saling berlomba-lomba menunjukkan kepada dunia bahwa negara merekalah yang paling baik dengan menyebarkan doktrin-doktrin yang mereka miliki.
Karena untuk meningkatkan gengsi negara mereka maka mereka sama-sama berlomba untuk meluncurkan roket ke luar angkasa. Hasilnya, kita semua menjadi tahu bahwa sebenarnya kita ada pada tata surya apa, kemudian bagaimana bentuknya. Terlepas dari siapa yang pertama kali mengabarkan berita ini, namun dengan adanya perang dingin ini secara tidak langsung juga berdampak pada perkembangan ilmu pendidikan keruang angkasaan kita.
2.Perlombaan Teknologi

Pada masa perang dingin sains dan teknologi yang terpaut dengan kegiatan militer mendapat sorotan yang lebih dari pemerintah. Pemerintah bersedia mengeluarkan dana yang besar demi kemajuan iptek di negara mereka.
Pada periode ini tumbuh disiplin-disiplin ilmu yang mempelajari dampak sains pada masyarakat. Di negara-negara maju, teknologi di era modern bukan lagi urusan individu atau komunitas berskala kecil. Teknologi modern mempunyai tujuan-tujuan nasional pada wilayah ideologi, militer, ataupun ekonomi dan bentuk kesadaran nasional untuk menggali sumber-sumber alam yang ada. Ini juga bertujuan untuk mewujudkan produksi barang dengan skala yang besar.
3.Kegiatan Spionase
Perebutan hegemoni selama perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat terhadap berbagai kawasan baik di Eropa, Asia, Amerika, dan Afrika selalu didukung oleh kegiatan agen intelijen yang mereka miliki.
Kegiatan Spionase (mata-mata) tercermin dari tindakan yang dilakukan oleh agen spionase kedua belah pihak yaitu antara KGB dan CIA. KGB (Komitet Gusudarstvennoy Bezopasnosti) merupakan dinas intelegen sipil atau dinas rahasia Uni Soviet sedangkan CIA (Central Intelligence Agency) yang merupakan dinas rahasia Amerika Serikat yang bertugas untuk mencari keterangan tentang negara-negara asing tertentu.
KGB dan CIA selalu berusaha untuk memperoleh informasi rahasia mengenai segala hal yang menyangkut kedua belah pihak atau negara-negara yang berada di bawah pengaruh kedua belah pihak. Mereka juga membantu terciptanya berbagai ketegangan di dunia. Misalnya, CIA turut membantu orang-orang Kuba di perantauan untuk melakukan serangan ke Kuba tahun 1961 yang disebut Insiden Teluk Babi. Di pihak lain, Uni Soviet memberikan dukungan kepada Fidel Castro (Presiden Kuba) dalam menghadapi invasi tersebut.Dalam proses spionase tersebut tentunya dibutuhkan produk-produk TI yang mumpuni .Dan dua negara tersebut tentunya berlomba-lomba dalam menciptakan produk atau gadget-gadget yang mendukung kegiatan spionase tersebut.Dan itu memeberikan keuntungan bagi dunia TI .
4.Nuklir Dalam Peperangan
Sejak pertama kali ditemukan, nuklir telah digunakan sebagai senjata. Senjata nuklir pertama kali digunakan pada tahun 1945 oleh Sekutu untuk menundukkan Jepang dalam Perang Dunia II. Namun, sebagai sebuah strategi keamanan, nuklir baru menemukan tempatnya pada masa Perang Dingin. Pada masa ini, ke dua Blok yang saling bertikai (Timur dan Barat) menggunakan nuklir sebagai strategi pertahanan menghadapi kemungkinan serangan musuh.
Nuklir Sebagai Strategi Penangkalan
Walaupun senjata nuklir telah pernah digunakan untuk memenangkan perang, sejarah memperlihatkan bahwa sebagai sebuah persenjataan, nuklir lebih banyak digunakan sebagai instrumen penangkalan (deterrence) daripada instrumen untuk memenangkan perang. Hal ini kemungkinan terjadi karena kedua Blok yang saling bertikai, pada masa Perang Dingin, memiliki kemampuan nuklir yang relatif berimbang, sehingga kedua belah pihak sama-sama merasa akan terkena dampak besar jika terjadi perang nuklir.
Di dalam strategi penangkalan (nuclear deterrence), nuklir digunakan untuk mencegah negara musuh melakukan serangan, dengan memberikan jaminan bahwa serangan tersebut akan dibalas menggunakan senjata nulir yang akan menimbulkan kerugian lebih besar dari tujuan yang hendak dicapai negara lawan. Dalam menjalankan strategi penangkalan nuklir ada beberapa asumsi pokok yang harus dimiliki:
1.Watak defensif, interaksi strategis baru berlangsung pada saat atau setelah serangan pertama dari pihak lawan.
2.Serangan balasan dilakukan dengan mengandalkan persenjataan yang dapat diselamatkan dari serangan pertama lawan.
3.Rasionalitas dan mirror-image, pihak lawan berpikir dengan logika yang sama seperti yang dilakukannya.
Dalam menjalankan strategi penangkalan ada dua mekanisme yang dapat digunakan. Mekanisme pertama adalah punishment yang menitikberatkan pada penggunaan senjata ofensif dan mengandalkan serangan balik terhadap sasaran non-militer (countervalue). Keefektifan dari mekanisme ini terletak pada kemampuan menyelamatkan jumlah senjata ofensif yang dimiliki dari serangan pertama (first strike) lawan. Mekanisme kedua adalah denial yang melibatkan penggunaan kekuatan militer secara langsung untuk mencegah negara lawan melakukan serangan pada kawasan yang dikuasai. Mekanisme ini menitikberatkan pada penggunaan senjata defensif dan mengandalkan serangan terhadap obyek-obyek militer (counterforce).
Strategi Nuklir Pada Masa Perang Dingin
Sebagaimana telah disinggung di atas, pada masa perang dingin penggunaan strategi nuklir didominasi oleh Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Pada awalnya monopoli senjata nuklir berada di tangan Amerika Serikat, yaitu sejak tahun 1945 hingga 1949. Uni Soviet baru menguasai teknologi nuklir pada tahun 1949, namun belum memiliki minat untuk mengembangkan persenjataan nuklir. Hal ini disebabkan oleh dominasi pemikiran Joseph Stalin di dalam perumusan strategi militer Uni Soviet. Stalin merupakan penafsir ortodoks pemikiran Marx dan Engels. Kedua tokoh tersebut menyatakan bahwa kemenangan di dalam setiap pertempuran hanya ditentukan oleh disiplin moral pasukan. Oleh Stalin, premis tersebut kemudian dirumuskan dan dibakukan sebagai unsur utama untuk memenangkan perang. Selain itu, Stalin juga sangat percaya pada kekuatan konvensional dan tidak percaya pada serangan-pendadakan (surprise attack).
Namun seiring makin berkembangnya kemampuan dan kekuatan nuklir Amerika Serikat, Uni Soviet mulai merasakan arti penting keberadaan senjata nuklir. Sejak pertengahan tahun 1950-an di Uni Soviet muncul perdebatan antara kelompok Tradisionalis dan Modernis mengenai penggunaan senjata nuklir. Perdebatan ini menyebabkan Uni Soviet mengambil jalan tengah dengan tetap mempertahankan tingkat kepemilikan senjata konvensional dan secara bersamaan juga mengembangkan kemampuan nuklir.
Pada masa pemerintahan Kruschev strategi nuklir makin diterima sebagai kebutuhan strategis oleh Uni Soviet dan pada tahun 1960 Kruschev dan Menteri Pertahanan, Malinovsky berhasil merinci tujuan penggunaan senjata nuklir, kapan digunakan dan bagaimana senjata tersebut digunakan. Doktrin nuklir tersebut intinya menyatakan bahwa senjata nuklir akan digunakan pada “serangan pendadakan di setiap perang lokal yang melibatkan Amerika Serikat atau perang antara kubu sosialis dan kapitalis yang “pasti” meningkat menjadi perang nuklir habis-habisan”. Isi doktrin ini sering juga disebut strategi opsi tunggal. Namun karena pada saat itu kekuatan nuklir Uni Soviet masih rendah doktrin tersebut hanya dipandang sebagai pernyataan penangkal terhadap doktrin perang terbatas AS.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Breznev-Kosygin tahun 1964 hingga 1970 strategi nuklir Uni Soviet tidak mengalami perubahan kecuali tidak mengikuti doktrin Krushev yang menyatakan bahwa “perang antara kubu sosialis dan kapitalis pasti akan meningkat menjadi perang nuklir total” melainkan menggantinya dengan “Uni Soviet akan menjawab tantangan Amerika Serikat pada setiap konflik, lokal & global dengan senjata konvensional ataupun nuklir”.
Di dalam perkembangan selanjutnya Uni Soviet makin menegaskan doktrin strategi nuklir mereka dengan merinci unsur-unsur untuk memenangkan perang yaitu:
1. Penangkalan yang lebih berdaya guna adalah persiapan perang.
2. Kemenangan akan dicapai melalui serangan pre-emtif, dan;
3. Bahwa eksistensi sosial, ekonomi, politik dan militer Uni Soviet dapat dipertahankan.
Selain itu, Uni Soviet juga diyakini telah mampu menyusun ukuran kemenangan di dalam perang nuklir. Ukuran-ukuran tersebut adalah:
1. Meskipun tidak terhindar dari kehancuran, Uni Soviet tetap dapat bertahan.
2. Melanjutkan perang sampai musuh tidak berdaya.
3. Mampu menduduki Eropa.
4. Memegang kendali untuk mengembangkan sosialisme ke seluruh dunia.
Uni Soviet memandang Eropa memiliki nilai yang sangat strategis. Hal ini disebabkan oleh:
1. Pengalaman historis & geopolitik dimana Uni Soviet selalu mendapatkan ancaman dari barat.
2. Eropa Barat merupakan sekutu Amerika Serikat sehingga Uni Soviet beranggapan akan mendapatkan keuntungan jika mampu memecah kerjasama AS-Eropa.
Nilai strategis atas Eropa ini menyebabkan Uni Soviet mengambil kebijakan differential détente yaitu menjalankan strategi pengakhiran ketegangan (détente) terhadap Eropa dan anti-détente terhadap Amerika Serikat.
Dalam mengembangkan strategi nuklir Uni Soviet mengandalkan persenjataannya pada peluru-peluru kendali landas darat karena:
1. Ketepatan dan kecepatannya melebihi rudal-rudal jelajah, pesawat pembom dan rudal-rudal yang dipasang pada kapal selam.
2. Tidak perlu menghadapi sistem pertahanan udara dan sistem anti-kapal selam (anti-submarine warfare, ASW)
Strategi Nuklir Amerika Serikat
Untuk menghadapi Uni Soviet yang telah mampu menguasai teknologi nuklir, Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1950-an mengembangkan strategi massive retaliation. Strategi ini menyatakan bahwa kekuatan nuklir strategis dan taktis Amerika Serikat digunakan tidak saja untuk menangkal serangan nuklir terhadap Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya melainkan juga untuk menangkal setiap serangan negara-negara komunis terhadap negara lain di seluruh dunia. Untuk mendukung strategi tersebut Amerika Serikat mengembangkan bom hidrogen, senjata nuklir taktis dan pesawat pembom jarak jauh (B-52). Pada tahun 1953 senjata-senjata nuklir taktis tersebut mulai ditempatkan di Eropa dan pada tahun 1955 pesawat pembom strategis B-52 mulai beroperasi.
Namun, strategi ini banyak mengandung kelemamahan yaitu, pertama, Amerika Serikat diragukan utk menggunakan senjata nuklir. Pandangan ini didasari pada fakta bahwa di perang konvensional sebelumnya (Perang Korea) Amerika Serikat tidak menggunakan senjata nuklir. Kedua, Amerika Serikat tidak mampu menjamin dirinya terhindar dari serangan nuklir US. Padahal efek penagkalan efektif jika Amerika Serikat tidak berada dalam posisi rawan terhadap serangan nuklir Uni Soviet. Ketiga, Serangan nuklir Amerika Serikat terhadap Uni Soviet mengandalkan pangkalan udara di Inggris & Eropa Barat padahal kekuatan konvensional Barat di Eropa lebih kecil dibandingkan kekuatan konvensional Uni Soviet dengan demikian Amerika Serikat belum memiliki sarana memadai untuk membuat Uni Soviet bertekuk lutut. Untuk mengatasi kelemahan tersebut Amerika Serikat lalu mengembangkan pemikiran Perang Nuklir Terbatas untuk melengkapi strategi massive retaliation. Pemikiran ini mengakui bahwa tidak semua agresi terhadap Barat dapat ditangkal dengan melakukan serangan langsung ke Uni Soviet. Dengan demikian Amerika Serikat memperluas keberedaan senjata-senjata nuklir taktisnya ke negara-negara sekutunya yang lain dan tempat-tempat lain yang berdekatan dengan Uni Soviet.
Sekali lagi strategi ini dpandang memiliki kelemahan karena dapat mendorong Uni Soviet menyerang Amerika Serikat karena telah mengetahui kelemahan strategi massive retaliation sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya konflik lokal dan perang nuklir terbatas menjadi makin besar. Dengan demikian yang terjadi adalah sebuah paradoks: menghindari perang nuklir malah memicu perang nuklir global.
Pada tahun 1960-an Amerika Serikat mengembangkan strategi flexible response. Strategi intinya terletak pada keluwesan Amerika Serikat dalam menghadapi ancaman keamanan dengan cara meningkatkan kemampuan menghadapi semua bentuk perang, baik besar-besaran maupun terbatas, nuklir ataupun konvensional. Strategi ini menekankan pada prinsip counterforce dengan alasan untuk mengurangi jumlah korban penduduk sipil jika terjadi perang nuklir. Dengan menjalankan prinsip counterforce maka terbuka kesempatan bagi Amerika Serikat untuk melakukan serangan pre-emtif.
Strategi ini juga memiliki kelemahan yaitu counterforce efektif apabila persenjataan strategis Amerika Serikat digunakan sebelum senjata-senjata lawan digunakan. Artinya counterforce dapat merangsang Amerika Serikat untuk melakukan first strike menjadi lebih besar. Ini menyebabkan ancaman perang nuklir menjadi lebih besar karena Uni Soviet akan melihat implikasi tersebut dan melakukan upaya untuk tidak diserang terlebih dahulu. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan Uni Soviet mengembangkan ICBM (Inter-continental Ballistic Missile) dan SLBM (Sea Launch Ballistic Missile) pada pertengahan 1960-an. Kondisi ini dapat mengancam terjadinya perlombaan senjata yang tidak terkendali.
Kelemahan tersebut mendorong Amerika Serikat untuk mengembangkan strategi nuklir yang baru. Strategi tersebut disebut sebagai MAD (Mutual Assured Destruction). Strategi ini menekankan pada pemikiran “siapapun yang memulai serangan pertama tidak akan memenangkan perang atau menjadi pihak yang kalah karena kekuatan pukul (second strike) kedua belah pihak akan melakukan pembalasan yang dahsyat”. Pemikiran ini menyebabkan Amerika Serikat berusaha untuk menyusun strategi agar sejumlah persenjataan strategisnya tidak rawan dari serangan-dadakan lawan. Jawaban yang diberikan Amerika Serikat atas kebutuhan tersebut adalah dengan menghentikan pengembangan jumlah ICBM yang dimilikinya sebanyak 1054 namun memperbesar jumlah SLBM-nya sebagai sistem yang tidak rawan serangan-dadakan. Berbeda dengan flexible response yang menggunakan prinsip counterforce, MAD menggunakan prinsip countervalue.
Untuk menjaga agar efek penangkalan dari strategi ini, yaitu kehancuran yang meyakinkan (assured destruction), berjalan efektif Amerika Serikat berusaha memperkuat hubungan keamanannya dengan Uni Soviet dengan melakukan pengawasan senjata. Hal ini dibutuhkan karena jika jumlah senjata telah melebihi dari jumlah yang diperlukan maka nilai strategis dari strategi ini akan hilang. Salah satu pengaruh positif dari MAD adalah dicapainya kesepakatan mengenai ABM (Anti-Ballistic Missile Treaty) dan SALT I (Strategic Arms Limited Talks I) pada tahun 1972.
Namun, perkembangan persenjataan Uni Soviet di tahun 1970-an yang terus meningkat kembali melahirkan kritik terhadap strategi nuklir Amerika Serikat. Strategi MAD dirasa tidak lagi mampu untuk menghadapi persenjataan Uni Soviet yang kemampuannya telah meningkat. Amerika Serikat juga dipandang tidak lagi cukup hanya mengandalkan serangan pada kota-kota dan pusat-pusat industri Uni Soviet. Pemikiran ini berusaha mendorong Amerika Serikat untuk juga menjalankan prinsip counterforce di dalam strategi nuklirnya. Selain itu, Amerika Serikat dipandang perlu untuk meningkatkan kemampuan persenjataannya dan menentukan seperangkat sasaran-sasaran yang akan dihancurkan jika terjadi perang. Kritik-kritik ini kemudian melahirkan apa yang disebut sebagai Presidential Directive 59 (PD 59) pada tahun 1980. PD 59 memberikan pedoman-pedoman mengenai apa yang hendaknya dilakukan Amerika Serikat dalam menghadapi konflik dengan Uni Soviet. PD 59 memuat puluhan ribu daftar sasaran yang akan dihancurkan Amerika Serikat jika terjadi perang. Namun, walaupun memuat puluhan ribu daftar target, target-taget tersebut dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok besar yaitu: 1) kekuatan nuklir Uni Soviet; 2) Kekuatan konvensional; 3) Pimpinan-pimpinan militer dan politik serta fasilitas komunikasi, dan; 4) Sasaran-sasaran ekonomi dan industri Uni Soviet
Strategi Nuklir Pasca Perang Dingin
Pembahasan mengenai strategi nuklir pasca Perang Dingin akan difokuskan pada strategi nuklir Amerika Serikat. Hal ini didasari oleh fakta bahwa hingga kini Amerika Serikat merupakan satu-satunya negara yang memiliki keunggulan nuklir.
Tumbangnya komunisme menyebabkan Amerika Serikat mengubah strategi nuklirnya. Pada tahun 1991, George Bush mengurangi secara masif jumlah persenjataan nuklirnya dengan memusnahkan senjata-senjata nuklir yang terpasang di kapal-kapal perangnya dan ribuan senjata nuklir landas daratnya, terutama yang terdapat di Jerman Barat. Tujuan dari pemusnahan ini adalah, selain merasa kemungkinan Perang Dunia Ketiga tidak akan terjadi, juga untuk mendorong para pemimpin di Uni Soviet melakukan hal yang serupa.
Pada tahun 1994 dilakukan peninjauan ulang atas sifat, peran dan jumlah senjata-senjata nuklir Amerika Serikat. Hasil dari peninjauan ulang ini adalah Nuclear Posture Review (NPR) 1994. Namun, isi dari NPR 1994 ini masih bersifat konservatif. Amerika Serikat masih mengambil sikap wait and see menghadapi perubahan situasi interasional yang terjadi.
Pasca perang dingin mendorong Amerika Serikat untuk mengembangkan pengaturan pengontrolan senjata nuklir. Upaya Amerika Serikat ini berpusat pada perjanjian START (Strategic Arms Reduction Treaty) II yang disepakati tahun 1993. START II berisikan kesepakatan Amerika Serikat dan Rusia untuk mengurangi jumlah senjata nuklirnya: dari 12.000 hulu ledak nuklir pada tahun 1990 menjadi antara 3000 dan 3500 pada tahun 2003. Namun, pada tahun 1997 masa pengurangannya diperpanjang hingga tahun 2007 karena persoalan politik dan teknis. Selain itu, Amerika Serikat juga bekerjasama dengan negara-negara eks-Uni Soviet lainnya untuk mencegah penyebaran senjata-senjata nuklir akibat “kebocoran nuklir”
Walaupun, Amerika Serikat telah melakukan sejumlah kebijakan terkait persenjataan nuklirnya, Andrew Butfoy menyatakan bahwa saat ini strategi nuklir Amerika Serikat dalam kondisi tidak menentu. Karena di satu sisi, Uni Soviet telah runtuh sehingga tidak lagi relevan bagi strategi keamanan Amerika Serikat saat ini. Namun, di sisi yang lain Amerika Serikat masih enggan untuk meninggalkan pendekatan-pendekatan dan konsep-konsep keamanan pada masa Perang Dingin.
Penggunaan Nuklir Dalam Krisis Kuba
Krisis Rudal Kuba adalah sebuah krisis yang terjadi antara tahun 1962 yang terjadi sebagai akibat dari Perang Dingin yang terjadi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Krisis ini terjadi setelah terungkap fakta bahwa Amerika Serikat telah mensponsori sebuah serangan ke Teluk Babi milik Kuba, sebuah negara komunis di Laut Karibia. Meskipun gagal, penyerbuan ini telah menimbulkan kemarahan Uni Soviet, sebagai pemimpin komunis dunia, maupun rakyat Kuba sendiri.
Pada bulan September 1962, Nikita Khruschev, Perdana Menteri Uni Soviet, menyatakan kepada Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy bahwa setiap serangan berikutnya terhadap Kuba akan dinilai sebagai tindakan perang. Tidak lama kemudian, Uni Soviet segera menempatkan rudal-rudal berukuran sedang yang dilengkapi dengan hulu ledak nuklir di Kuba. Rudal-rudal tersebut mengancam AS karena kemampuan merusaknya yang dapat menghancurkan sebuah kota besar dalam waktu singkat setelah diluncurkan. Pada tanggal 22 Oktober 1962, Kennedy muncul di muka publik dan menuntut Uni Soviet untuk menarik rudal-rudalnya atau AS akan menyerang Kuba. Maka, dimulailah minggu-minggu yang dikenal dengan sebutan Krisis Rudal Kuba ini.
Negosiasi di antara dua musuh bebuyutan ini terjadi dengan alot karena kedua belah pihak merasa siap untuk berperang dan tidak mau mengurangi tuntutannya. Kapal-kapal perang Amerika mengepung Kuba untuk memaksakan sebuah "karantina" terhadap semua pelayaran milik kuba; pesawat-pesawat pengebom mencari posisi di Florida dan bersiaga menghadapi serangan udara. Untungnya, pada tanggal 28 Oktober 1962, Khruschev menyatakan bahwa Uni Soviet bersedia memindahkan nuklirnya asalkan AS berjanji tidak akan menyerbu Kuba.

Selengkapnya...

Lirik lagu Kyuhyun – Hope is a dream that doesn’t sleep

na oerowododoe neol saenggakhalddaen
misoga naui eolgule beonjyeo
na himdeuleododoe niga haengbokhalddaen
sarangi nae mam gadeukhi chaewo
oneuldo nan geochin sesangsoke saljiman
himdeuleodo nungameumyeon ni moseubbun
ajikgo gwitgae deulryeooneun kkumdeuli
naui gyeoteseo neol hyanghae gago itjana
nae salmi haruharu kkumeul kkuneun geotcheoreom
neowa hamgge majubomyeo saranghalsu itdamyeon
dasi ileoseol geoya
naege sojunghaetdeon gieoksokui haengbokdeul
himdeun sigan sokeseodo deouk ddaseuhaetdeon
huimangeun naegen jamdeulji aneun kkum
neul naui gyeoteseo geurimjacheoreom
joyonghi neoneun naegero waseo
na apahaneunji maeil oerounji
geuriumeuro neoneun naege danyeoga
sesangi nal ulge haedo naneun gwaenchana
hangsang niga naui gyeote isseunigga
meonjicheoreom chueoki byeonhaeseo ddeonalgga
geujeo useumyeo maeumeul dalraeeo bwado
nae salmi haruharu kkumeul kkuneun geotcheoreom
neowa hamgge majubomyeo saranghalsu itdamyeon
dasi ileoseol geoya
naege sojunghaetdeon gieoksokui haengbokdeul
himdeun sigan sokeseodo deouk ddaseuhaetdeon
huimangeun naegen jamdeulji aneun kkum
sueobsi neomeojyeo biteuldaedo
naneun ireohgeseo itjana
nae mam hanabbuninde
himdeul ddaemyeon niga ireohge himi dwaejulrae
neoreul hyanghae yeongwonhi
ireohge sangcheo soke seulpeumdeuleul samkinchae
miso jitneun nae moseubeul neoege boyeo julge
ijeneun apeuji ana
eonjena neowa hamgge irugopeun kkum ango
galsu eobdeon jeopyeoneseo neoreul bulreobolgge
nae maeum dahae saranghaneun neoreul

Selengkapnya...

CERPEN"ZuJi_VieN"

GERSANG TAK SELAMANYA GERSANG

Di suatu sore yang cerah, senja mulai menampakkan wajahnya. Burung-burung kembali ke sarangnya setelah sekian lama mencari makan untuk anak-anaknya. Tampaklah dua orang wanita muda memakai pakaian modern tengah kebingungan mencari sebuah rumah.
“Dimana alamatnya?” tanya wanita berbaju biru. “ Aku tidak tahu pasti, dari informasi yang aku dapat memang ini desanya, lebih baik kita tanya warga sekitar saja” usul wanita satunya.
“Permisi Bu, mau tanya kalau rumah kepala desa yang mana ya?” tanya wanita berbaju biru pemilik nama Zulmi itu. “Oh rumah Mbah Puji itu ada di seberang jalan sana” jawab ibu itu. “Terima kasih” lanjut Alfin.
Alfin dan Zulmi pergi ke rumah Mbah Puji selaku kepala desa Gersang Tani itu seperti yang ditunjukkan oleh ibu-ibu tersebut tanpa tahu bahwa manusia yang mereka tanya menyimpan rasa heran dan penuh ketidak kesukaan.
“Assalamu’alaikum, permisi” sapa Alfin disebuah rumah. “Wa’alaikumsalam Wr.Wb” jawab seorang gadis dari balik pintu. “Cari siapa ya Mbak?” tanya gadis kecil itu. “Apa benar ini rumah mbah puji, kepala desa di sini?. “Iya benar. Sebentar saya panggilkan si Mbah dulu, moggo silahkan masuk” mempersilahkan tamunya dan kembali ke dalam memanggil Mbahnya.
Dari balik tirai kusam muncullah seseorang kakek tua sedang tersenyum menatap para tamunya yang menandakan keramahan tuan rumah dan gurat kelelahan yang terlihat jelas di wajahnya.
“Selamat pagi pa!” sapa kedua wanita itu mengawali pembicaraan.
“Pagi ! ngamputen mbak-mbak niki saking pundi nggeh?” tanya Mbah Puji dengan ramah. Alfin dan Zulmi hanya termangu dan bingung dengan apa yang dikatakan orang paruh baya di depan mereka itu. Sejenah hening tak ada yang bicara, terlihat wajah mbah Puji yang juga bingung menunggu jawaban dari dua orang di depannya itu.
“Iki jane wong kok ditokok i gak ndang njawab!” gerutu mbah Puji dalam hati. Untuk memecah kesunyian Alfi yang masih ada darah Jawa langsung melancarkan permohonan. “Emm.... maaf mbah kami tidak mengerti Bahasa Jawa karena kami dari Jakarta, jadi mbah bisa tidak menggunakan Bahasa Indonesia ? “ ucap wanita muda itu dengan hati ketakutan kalau menyinggung hati Mbah Puji.
“ Oh tidak apa-apa, maksud saya tadi mbak-mbak ini dari mana dan ada perlu apa mecari saya ?”. Setelah mengerti maksud pertanyaan mbah Puji tersebut yang terdengar medhog, Zulmi langsung mejelaskan maksud kedatangn mereka berdua.
Setelah mendengar penjelasan Zulmi, mbah Puji menggaguk tanda mengerti. “Jadi kedatangan kalian kesini itu mau memperkenalkan dan mengembangkan proses pertanian dengan cara modern di kampung ini?” tanya mbah Puji meyakinkan dan Alfin mengangguk tanda membenarkan. “Tapi sayang, saya ragu kalau penduduk desa disini akan menerima dengan mudah. Sebab, tradisi dan budaya di kampung ini sudah sngat mendarah daging. Namun mbak-mbak ini jangan putus asa dulu, kan belum dicoba?”. Mereka bertiga tertawa bersama. “iya mbah. Tapi saya bingung selama kami disini mau tinggal dimana”.keluh Zulmi.
”Kalau mau, kalia boleh tinggal disini. Kebetulan saya disini Cuma sama cucu saya Lastri dan Hasan”. Tawar mbah Puji. “Baiklah, kalau tidak merepotkan si mbah”.
Setelah beberapa hari berada di desa itu usaha Alfin dan Zulmi belum mendapatkan hasil apapun. Meskipun mereka telah berusaha memperkenalkan cara bercocok tanam dengan metode baru. Alat-alat pertanian yang lebih modern tak satupun yang menarik minat ataupun mengubah keadaan di desa tersebut. Meskipun tiap kali diadakan praktik di balai desa, para warga berbondong-bondong menyaksikan namun hal itu mereka lakukan demi menghormati mbah Puji selaku kepala desa dan tetua desa yang telah memberikan intruksi.
Di suatu sore saat kedua pegawai sedang merapikan alat-alat peraga setelah selesai sosialisasi, mereka saling mengungangkap kecurigaan terhadap desa tersebut.
“ Eh Fin, kamu merasa ada yang aneh tidak?” Tanya Zulmi membuka percakapan
“Maksud kamu?” tanggap Alfin.
“Iya, padahal kita sudah mengadakan sosialisasi tentang metode pertanian modern di kampung ini selama satu bulan, tapi sepertinya tidak ada efek sama sekali” ungkap Zulmi.
“Iya..ya, mungkin saja warga desa masih bingung tentang metode ini, sebab selama ini mereka hanya mengenal cara tradisional saja” kemudian sahut Alfin.
“Untuk itu sudah menjadi tugas kita untuk menolong warga disini supaya tidak kalah saing dengan desa yang lebih maju” tutur Zulmi dengan wajah yang optimis.
“Okelah aku setuju, sudah lanjutkan beres-beresnya!” kata Alfin menutup pembicaraan.
Saat mereka melangkah keluar tak sengaja mereka mendengar percakapan antara pemudi Gesang Tani.
“ Sin, berani sekali mereka berdua ingin merubah dan mengganti adat desa kita?” kata seorang pemudi dengan tegas dan nada kebencian namun masih terdengar medhog khas suara orang desa.
“ Iya Tika, adat adalah adat yang tidak bisa dirubah kita harus melakukan sesuatu !” ujar pemudi yang satunya kepada pemudi yang bernama Tika, masih terdengar medhog pula. Dengan menggebu-gebu Tika pun menjawab ,“ Aku setuju Akhsin, kita harus menghasud warga agar menolak rencana mereka!”.
“ Baiklah Tik, aku setuju dengan usul mu, duh Gusti aku ndak bisa membayangkan jika mereka menerima rencana dua orang gila itu!” kata Akhsin dengan membayangkan apa yang akan terjadi.
“ Pasti Dewi Sri akan murka, beliau pasti tidak akan memberi panen yang baik tahun depan” sela Tika dengan raut muka yang menyedihkan.
Alfin dan Zulmi saling pandang, “ Jadi ini penyebabnya, kita harus melakukan sesuatu” sergah Alfin. “ Benar” tanggap Zulmi.Dan mereka meninggalkan halaman balai desa dengan fikiran masing-masing penuh dengan rencana.
Keesokan harinya, seluruh warga dikumpulkan di halaman balai desa.
“ Ibu-ibu bapak-bapak, maksud kami mengumpulkan anda semua di sini adalah bahwa kami mendengar kalau ada warga yang tidak suka pada metode modern yang kami bawa dan tetap ingin mempertahankan ketradisionalan di desa ini. Namun kita harus sadar bahwa kita hidup di zaman yang sudah modern dan demi kita tidak dilindas oleh kekerasan zaman, maka kita harus mengikuti perkembangannya. Untuk itu kami akan menawarkan suatu perjanjian dengan ibu-ibu dan bapak-bapak”. Para warga mulai antusias dan penasaran apa yang akan di bicarakan oleh dua orang kota yang berdiri di depan mereka yaitu Alfin dan Zulmi.
“ Begini ibu-ibu dan bapak-bapak, kami akan melakukan uji coba metode ini selama satu masa panen, kita akan membandingkan hasilnya setelah itu bapak-bapak dan ibu-ibu bisa memilih untuk menerima atau menolak metode yang diberikan oleh pemerintah ini” lanjut Alfin. Sekilas mulai terlihat para warga saling pandang untuk berdiskusi.
Setelah menunggu beberapa menit, “ Baiklah kalau begitu kami setuju” jawab salah satu warga mewakili warga desa tersebut. Ada raut kepuasan di wajah dua orang pegawai Departemen Pengembangan Pertanian Daerah Pelosok. Namun di lain tempat tak jauh dari halaman balai desa pemudi yang bernama Tika dan Akhsin semakin merasa tak suka dengan dua pendatang baru itu, tapi mereka tak dapat melakukan apa-apa lagi sebab warga telah menyetujui perjanjian itu.
Setelah terjadi kesepakatan itu, Alfin dan Zulmi beserta staf pengembangan pertanian yang lain berusaha menanam padi dengan alat dan metode yang mereka bawa. Setiap hari mereka bekerja keras agar mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan agar warga mau mengikuti jejak desa-desa lain yang pernah mereka kunjungi demi kemajuan desa ini.
Setelah hampir setengah tahun berlalu, akhirnya usaha mereka menampakkan hasil yang baik. Sehingga para warga yakin bahwa metode ini efektif dan sejak saat itu pula mereka mulai menerapkan metode yang diberikan Departeman Pengembangan Pertanian Daerah Pelosok di lahan pertanian mereka. Tak kunjung dalam empat tahun saja desa tersebut sudah menjadi desa penghasil padi paling bermutu dan terbesar di Indonesia. Dan kini desa itu tak segersang namanya, yaitu desa Gersang Tani.


Selengkapnya...

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme